Angel Wing
I Care
Selasa, 18 Agustus 2015
Selasa, 12 Mei 2015
Jarum dan Gunting
Refleksi hidup sebagai sahabat ibarat Jarum dan Gunting
Sahabat itu bukan berjalan seperti gunting
meski lurus tapi memisahkan yang menyatu
tapi sahabat itu berjalan seperti jarum beserta untaian benangnya
meski menusuk & menyakitkan
tapi menyatukan yang terpisah
Kalau dipikir-pikir, benar juga kata-kata teman saya dalam catatan kecilnya itu. Fungsi gunting memang untuk memotong. Semua benda yang tadinya menyatu, bisa terpisah-pisah menjadi bentuk potongan setelah dipotong dengan menggunakan gunting.
Bagaimana dengan jarum?
Meskipun kecil, apabila terkena kulit, ujung sebuah jarum bisa membuat luka atau menimbulkan rasa sakit. Namun, ketika sebuah jarum disatukan dengan seuntai benang, jarum itu justru bisa kita pakai untuk menyatukan benda-benda yang terpisah atau robek.
Dalam lingkup pergaulan, selayaknya kita menjadi pribadi yang dapat menyatukan, bukan memisahkan. Seorang sahabat seharusnya menciptakan harmoni dalam dinamika kehidupan pergaulan, dan bukannya menjadi sumber perpecahan, permusuhan, atau pihak yang membakar sekam ditengah-tengah keriuhan sebuah peristiwa.
Sahabat yang baik, adalah pribadi yang perduli dengan kekisruhan suasana hati sahabatnya, dimana sikap perduli ditunjukkan dengan upaya membangkitkan gairah hidup, bukan menciptakan bara dalam hati sahabat yang sedang gundah.
Ketika sedang memasuki ruang gelap, seorang sahabat hadir membawakan pelita agar sahabatnya tidak tersesat atau tersandung benda yang tergeletak di lantai.
Nasehat seorang sahabat dinyatakan sebagai tanda kasih, bukan untuk menjerumuskan atau membuat sahabatnya semakin tertekan oleh masalah, atau bahkan mendapatkan masalah baru.
Ada banyak rangkaian kata-kata yang bisa dibuat untuk mendefinisikan arti persahabatan, bagaimana persahabatan bisa membawa arti dan serupa sebongkah rona sukacita dalam kebersamaan.
Dinamika kehidupan dalam persahabatan sejati, memang tidak selalu dilalui dalam suasana harmonis. Ada kalanya menjengkelkan, ada saatnya menyebalkan. Tak jarang pula, seorang sahabat lancar mengucapkan kata-kata yang menyakitkan untuk maksud menyadarkan.
Amarah juga dapat timbul. Namun itu semua tidak untuk menghadirkan satu keinginan, yaitu menghancurkan hidup sahabatnya.
Seperti halnya jarum dan benang, seorang sahabat selayaknya merangkai kembali lembar-lembar yang terpisah atau robek hingga menyatu kembali, sehingga terbentuk sebuah lembar baru dalam kesatuan utuh.
Haruskah kita bersikap layaknya fungsi sebuah gunting dalam persahabatan, yang memisahkan dan bukan menyatukan?
Mungkin akan ada yang berteriak : "Terkadang seorang sahabat perlu bersikap sebagai gunting bagi sahabatnya agar sahabatnya itu tidak terjerembab pada masalah besar".
Ya, memang benar, tapi hanya saat sahabatnya sedang menghadapi masalah yang bisa membuatnya jatuh dalam lembah kenistaan atau dosa. Saat itulah seorang sahabat bisa bertindak sebagai gunting dalam tali persahabatan dengan sahabatnya.
Selain itu, janganlah kita berperilaku sebagai gunting, sebab seorang sahabat hadir : bukan untuk menghancurkan, bukan untuk menyesatkan ataupun memecah rasa hingga menjadi semakin bimbang.
Kesetiaan seorang sahabat akan terlihat ketika sahabatnya sedang memiliki masalah. Apakah dirinya akan turut merasakan kepenatan dan rasa bimbang sahabatnya, atau malah menjadi benalu yang ingin merusak?
Jadilah sahabat yang bisa merangkum kembali lembar-lembar yang terpisah dalam hati sahabatnya, seperti halnya fungsi jarum dan benang. Hindari diri untuk memilih menjadi gunting, sebab pilihan sikap itu, tidak akan melanggengkan persahabatan.
Sekali lagi, jadilah sahabat yang baik.
Jumat, 13 Februari 2015
Nelayan yang puas
Usahawan kaya dari kota terkejut menjumpai nelayan di pantai sedang
berbaring bermalas-malasan di samping perahunya, sambil mengisap rokok.
‘Mengapa engkau tidak pergi menangkap ikan?’ tanya usahawan itu.
‘Karena ikan yang kutangkap telah menghasilkan cukup uang untuk makan hari ini,’ jawab nelayan.
‘Mengapa tidak kau tangkap lebih banyak lagi daripada yang kau perlukan?’ tanya usahawan.
‘Untuk apa?’ nelayan balas bertanya.
‘Engkau dapat mengumpulkan uang lebih banyak,’ jawabnya. ‘Dengan uang itu engkau dapat membeli motor tempel, sehingga engkau dapat melaut lebih jauh dan menangkap ikan lebih banyak. Kemudian engkau mempunyai cukup banyak uang untuk membeli pukat nilon. Itu akan menghasilkan ikan lebih banyak lagi, jadi juga uang lebih banyak lagi. Nah, segera uangmu cukup untuk membeli dua kapal … bahkan mungkin sejumlah kapal. Lalu kau pun akan menjadi kaya seperti aku.’
‘Selanjutnya aku mesti berbuat apa?’ tanya si nelayan.
‘Selanjutnya kau bisa beristirahat dan menikmati hidup,’ kata si usahawan.
‘Menurut pendapatmu, sekarang Ini aku sedang berbuat apa?’ kata si nelayan puas.
‘Mengapa engkau tidak pergi menangkap ikan?’ tanya usahawan itu.
‘Karena ikan yang kutangkap telah menghasilkan cukup uang untuk makan hari ini,’ jawab nelayan.
‘Mengapa tidak kau tangkap lebih banyak lagi daripada yang kau perlukan?’ tanya usahawan.
‘Untuk apa?’ nelayan balas bertanya.
‘Engkau dapat mengumpulkan uang lebih banyak,’ jawabnya. ‘Dengan uang itu engkau dapat membeli motor tempel, sehingga engkau dapat melaut lebih jauh dan menangkap ikan lebih banyak. Kemudian engkau mempunyai cukup banyak uang untuk membeli pukat nilon. Itu akan menghasilkan ikan lebih banyak lagi, jadi juga uang lebih banyak lagi. Nah, segera uangmu cukup untuk membeli dua kapal … bahkan mungkin sejumlah kapal. Lalu kau pun akan menjadi kaya seperti aku.’
‘Selanjutnya aku mesti berbuat apa?’ tanya si nelayan.
‘Selanjutnya kau bisa beristirahat dan menikmati hidup,’ kata si usahawan.
‘Menurut pendapatmu, sekarang Ini aku sedang berbuat apa?’ kata si nelayan puas.
Lebih bijaksana menjaga kemampuan untuk menikmati hidup seutuhnya daripada memupuk uang.
Kebahagiaan
Alkisah, ada seorang pemuda sedang duduk dengan tatapan kosong
mengarah ke hamparan air telaga. Dia sudah berkelana mendatangi berbagai
tempat, tapi belum ada yang membahagiakan dirinya. Tiba-tiba terdengar
suara sengau memecah kesunyian.
“Sedang apa kau di sini, anak muda?” tanya seorang kakek yang tinggal di sekitar situ.
Anak muda itu menoleh sambil berkata. ”Aku lelah, Pak Tua. Aku sudah berjalan sejauh ini demi mencari kebahagiaan, tapi perasaan itu tak kunjung kudapatkan. Entahlah, ke mana lagi aku harus mencari…” keluh si anak muda dengan wajah muram.
“Di depan sana ada sebuah taman. Pergilah ke sana dan tangkaplah seekor kupu-kupu. Setelah itu aku akan menjawab pertanyaanmu,” kata si kakek. Meski merasa ragu, anak muda itu pergi juga ke arah yang ditunjuk. Tiba di sana, dia takjub melihat taman yang indah dengan pohon dan bunga yang bermekaran serta kupu-kupu yang beterbangan di sana.
Dari kejauhan di kakek melihat si pemuda mengendap-endap menuju sasarannya. Hap! Sasaran itu luput. Dikejarnya kupu-kupu ke arah lain. Hap! Lagi-lagi gagal. Dia berlari tak beraturan, menerjang rerumputan, tanaman bunga, semak. Tapi, tak satu pun kupu-kupu berhasil ditangkapnya.
Si kakek mendekat dan menghentikan si pemuda. ”Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Sibuk berlari ke sana kemari, menabrak tak tentu arah, bahkan menerobos tanpa peduli apa yang kamu rusak?”
Si kakek dengan tegas dan melanjutkan, ”Nak, mencari kebahagiaan layaknya menangkap kupu-kupu. Tidak perlu kau tangkap fisik kupu-kupu itu, biarkan dia memenuhi alam semesta ini sesuai fungsinya. Tangkaplah keindahan warna dan geraknya di pikiranmu dan simpan baik-baik di dalam hatimu.
Demikian pula dengan kebahagiaan. Kebahagiaan bukanlah benda yang dapat digenggam dan disimpan di suatu tempat. Ia tidak ke mana-mana, tapi ada dimana-mana. Peliharalah sebaik-baiknya, munculkan setiap saat dengan rasa syukur maka tanpa kau sadari kebahagiaan itu akan sering datang sendiri. Apakah kamu mengerti?”
Si pemuda terpana dan tiba-tiba wajahnya tampak senang. ”Terima kasih pak Tua. Sungguh pelajaran yang sangat berharga. Aku akan pulang dan membawa kebahagiaan ini di hatiku..”
Kakek itu mengangkat tangannya. Tak lama, seekor kupu-kupu hinggap di ujung jari dan mengepakkan sayapnya, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.
“Sedang apa kau di sini, anak muda?” tanya seorang kakek yang tinggal di sekitar situ.
Anak muda itu menoleh sambil berkata. ”Aku lelah, Pak Tua. Aku sudah berjalan sejauh ini demi mencari kebahagiaan, tapi perasaan itu tak kunjung kudapatkan. Entahlah, ke mana lagi aku harus mencari…” keluh si anak muda dengan wajah muram.
“Di depan sana ada sebuah taman. Pergilah ke sana dan tangkaplah seekor kupu-kupu. Setelah itu aku akan menjawab pertanyaanmu,” kata si kakek. Meski merasa ragu, anak muda itu pergi juga ke arah yang ditunjuk. Tiba di sana, dia takjub melihat taman yang indah dengan pohon dan bunga yang bermekaran serta kupu-kupu yang beterbangan di sana.
Dari kejauhan di kakek melihat si pemuda mengendap-endap menuju sasarannya. Hap! Sasaran itu luput. Dikejarnya kupu-kupu ke arah lain. Hap! Lagi-lagi gagal. Dia berlari tak beraturan, menerjang rerumputan, tanaman bunga, semak. Tapi, tak satu pun kupu-kupu berhasil ditangkapnya.
Si kakek mendekat dan menghentikan si pemuda. ”Begitukah caramu mengejar kebahagiaan? Sibuk berlari ke sana kemari, menabrak tak tentu arah, bahkan menerobos tanpa peduli apa yang kamu rusak?”
Si kakek dengan tegas dan melanjutkan, ”Nak, mencari kebahagiaan layaknya menangkap kupu-kupu. Tidak perlu kau tangkap fisik kupu-kupu itu, biarkan dia memenuhi alam semesta ini sesuai fungsinya. Tangkaplah keindahan warna dan geraknya di pikiranmu dan simpan baik-baik di dalam hatimu.
Demikian pula dengan kebahagiaan. Kebahagiaan bukanlah benda yang dapat digenggam dan disimpan di suatu tempat. Ia tidak ke mana-mana, tapi ada dimana-mana. Peliharalah sebaik-baiknya, munculkan setiap saat dengan rasa syukur maka tanpa kau sadari kebahagiaan itu akan sering datang sendiri. Apakah kamu mengerti?”
Si pemuda terpana dan tiba-tiba wajahnya tampak senang. ”Terima kasih pak Tua. Sungguh pelajaran yang sangat berharga. Aku akan pulang dan membawa kebahagiaan ini di hatiku..”
Kakek itu mengangkat tangannya. Tak lama, seekor kupu-kupu hinggap di ujung jari dan mengepakkan sayapnya, memancarkan keindahan ciptaan Tuhan. Warnanya begitu indah, seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.
Setiap manusia menginginkan kebahagiaan. Tetapi sering kali mereka begitu sibuk mencarinya, tanpa menyadari bahwa kebahagiaan sesungguhnya tidak kemana-mana tetapi justru ada di mana-mana. Kebahagiaan bisa hadir di setiap tempat, di semua rasa, dan tentunya setiap hati yang selalu mensyukuri.
Marah dan Putus Asa
Alkisah, seekor ular memasuki gudang tempat kerja tukang kayu di sore
hari. Kebiasaan si tukang kayu, membiarkan sebagian peralatan kerjanya
masih berserakan dan tidak merapikannya.
Nah ketika ular itu berjalan kesana kemari di dalam gudang, tanpa sengaja ia merayap di atas gergaji.
Tajamnya mata gergaji, menyebabkan perut ular terluka. Tapi ular beranggapan gergaji itu menyerangnya.
Ia pun membalas dengan mematuk gergaji itu berkali-kali.
Serangan itu menyebabkan luka parah di bagian mulutnya.
Marah & putus asa, ular berusaha mengerahkan kemampuan terakhirnya untuk mengalahkan musuhnya.
Ia pun membelit kuat gergaji itu. Maka tubuhnya terluka amat parah dan akhirnya ia pun mati..
Kadangkala, di saat kita marah, kita ingin melukai orang lain. Tapi sesungguhnya tanpa disadari, yang dilukai adalah diri kita sendiri.
Mengapa? Karena perkataan dan perbuatan di saat marah adalah perkataan dan perbuatan yang biasanya akan kita sesali di kemudian hari..
Nah ketika ular itu berjalan kesana kemari di dalam gudang, tanpa sengaja ia merayap di atas gergaji.
Tajamnya mata gergaji, menyebabkan perut ular terluka. Tapi ular beranggapan gergaji itu menyerangnya.
Ia pun membalas dengan mematuk gergaji itu berkali-kali.
Serangan itu menyebabkan luka parah di bagian mulutnya.
Marah & putus asa, ular berusaha mengerahkan kemampuan terakhirnya untuk mengalahkan musuhnya.
Ia pun membelit kuat gergaji itu. Maka tubuhnya terluka amat parah dan akhirnya ia pun mati..
Kadangkala, di saat kita marah, kita ingin melukai orang lain. Tapi sesungguhnya tanpa disadari, yang dilukai adalah diri kita sendiri.
Mengapa? Karena perkataan dan perbuatan di saat marah adalah perkataan dan perbuatan yang biasanya akan kita sesali di kemudian hari..
Mari, kita sama-sama belajar untuk tidak marah (atau setidaknya mampu meredakan marah) terhadap situasi buruk yang mungkin kita alami.
Berani Terluka
Hari itu, adalah musim salju yang paling ekstrim di Kanada. Banyak binatang yang mati akibat rasa dingin yang teramat sangat.
Di suatu daerah, tinggal sekelompok Hedgehog (sejenis landak). Mereka memutuskan untuk tinggal secara berkelompok di dalam sebuah gua, agar tetap hangat. Mereka mendekatkan diri satu sama lain. Namun ketika mulai berdekatan, duri-duri mereka melukai teman-teman terdekat mereka.
Setelah beberapa saat, mereka pun memutuskan untuk menjaga jarak satu sama lainnya. Akibatnya, mereka mulai merasakan dingin yang membeku, dan akhirnya terancam mati. Jadi mereka harus memutuskan: menerima duri-duri temannya, atau mati!
Secara bijaksana, mereka memutuskan untuk kembali bersatu. Mereka pun belajar untuk hidup dengan luka-luka kecil akibat jarak yang sangat dekat dengan sahabat-sahabatnya supaya dapat merasakan kehangatan. Cara inilah yang membuat mereka akhirnya selamat dan bisa bertahan hidup.

Hubungan yang terbaik dalam hidup ini bukanlah hubungan yang membawa orang-orang yang sempurna dalam kelompok. Tetapi ketika semua individu belajar hidup dengan ketidaksempurnaan orang lain, serta mampu “mengapresiasi” semua kehangatan yang diberikan oleh teman-temannya.
Di suatu daerah, tinggal sekelompok Hedgehog (sejenis landak). Mereka memutuskan untuk tinggal secara berkelompok di dalam sebuah gua, agar tetap hangat. Mereka mendekatkan diri satu sama lain. Namun ketika mulai berdekatan, duri-duri mereka melukai teman-teman terdekat mereka.
Setelah beberapa saat, mereka pun memutuskan untuk menjaga jarak satu sama lainnya. Akibatnya, mereka mulai merasakan dingin yang membeku, dan akhirnya terancam mati. Jadi mereka harus memutuskan: menerima duri-duri temannya, atau mati!
Secara bijaksana, mereka memutuskan untuk kembali bersatu. Mereka pun belajar untuk hidup dengan luka-luka kecil akibat jarak yang sangat dekat dengan sahabat-sahabatnya supaya dapat merasakan kehangatan. Cara inilah yang membuat mereka akhirnya selamat dan bisa bertahan hidup.

Hubungan yang terbaik dalam hidup ini bukanlah hubungan yang membawa orang-orang yang sempurna dalam kelompok. Tetapi ketika semua individu belajar hidup dengan ketidaksempurnaan orang lain, serta mampu “mengapresiasi” semua kehangatan yang diberikan oleh teman-temannya.
Mencari yang sempurna
Seorang pemuda yang hidup di Perth telah sampai usia saat ia merasa
harus mencari pasangan hidup. Jadi ia mencari-cari gadis sempurna di
seluruh negeri untuk dinikahi. Setelah berhari-hari, berminggu-minggu
mencari, ia bertemu dengan gadis yang sangat cantik-jenis gadis yang
bisa menghiasi sampul majalah perempuan bahkan tanpa make-up atau
kosmetik!
Namun, meski dia kelihatan sempurna, pemuda itu tak bisa menikahinya. Sebab gadis itu tidak bisa masak! Jadi pemuda itu pun pergi. Gadis ini tak cukup sempurna baginya.
Lalu ia mencari lagi, selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan akhirnya ia menemukan gadis yang bahkan lebih cantik lagi, dan kali ini masakan gadis itu luar biasa lezat-lebih baik dari yang bisa Anda dapatkah di restoran terbaik di Australia, bahkan lebih baik dari yang bisa Anda dapatkan dari restoran keluarga. Gadis ini bahkan menjalankan usaha restorannya sendiri!
Namun pemuda ini tak bisa menikahinya pula. Sebab kekurangan gadis itu adalah dia bodoh. Dia tak bisa menjalin percakapan sama sekali, sama sekali tidak cerdas. Dia belum menamatkan pendidikan, segala yang ia tahu cuma memasak! Jadi pemuda itu pun pergi. Gadis ini tak cukup sempurna baginya.
Maka ia mencari selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, hingga ia akhirnya menemukan gadis yang satu ini! Ia begitu cantik, masakannya melebihi restoran bintang lima, bahkan ia punya tiga restoran sendiri: ala Thai, ala Jepang dan ala Italia. Dan ia begitu cerdas, ia punya dua gelar doktor, pengetahuannya begitu luas, bisa menjalin percakapan begitu hebat, begitu baik, begitu welas asih. Ia sempurna!
Tapi, pemuda ini tak bisa menikahinya. Sebab gadis ini mencari pria yang sempurna!
Namun, meski dia kelihatan sempurna, pemuda itu tak bisa menikahinya. Sebab gadis itu tidak bisa masak! Jadi pemuda itu pun pergi. Gadis ini tak cukup sempurna baginya.
Lalu ia mencari lagi, selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan akhirnya ia menemukan gadis yang bahkan lebih cantik lagi, dan kali ini masakan gadis itu luar biasa lezat-lebih baik dari yang bisa Anda dapatkah di restoran terbaik di Australia, bahkan lebih baik dari yang bisa Anda dapatkan dari restoran keluarga. Gadis ini bahkan menjalankan usaha restorannya sendiri!
Namun pemuda ini tak bisa menikahinya pula. Sebab kekurangan gadis itu adalah dia bodoh. Dia tak bisa menjalin percakapan sama sekali, sama sekali tidak cerdas. Dia belum menamatkan pendidikan, segala yang ia tahu cuma memasak! Jadi pemuda itu pun pergi. Gadis ini tak cukup sempurna baginya.
Maka ia mencari selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, hingga ia akhirnya menemukan gadis yang satu ini! Ia begitu cantik, masakannya melebihi restoran bintang lima, bahkan ia punya tiga restoran sendiri: ala Thai, ala Jepang dan ala Italia. Dan ia begitu cerdas, ia punya dua gelar doktor, pengetahuannya begitu luas, bisa menjalin percakapan begitu hebat, begitu baik, begitu welas asih. Ia sempurna!
Tapi, pemuda ini tak bisa menikahinya. Sebab gadis ini mencari pria yang sempurna!
ISTIRAHAT
Seorang pria paruh baya dan seorang pemuda mulai menebang kayu
pagi-pagi buta. Mungkin karena tenaganya sudah tidak terlalu besar,
setiap 50 menit, si pria paruh baya akan istirahat selama 10 menit
lamanya. Sedangkan si pemuda, mungkin karena tenaganya yang masih kuat,
ia tidak pernah beristirahat sedetikpun dan hanya terus bekerja.
Ketika waktu bekerja selesai, si pemuda menyadari suatu hal yang mengejutkan. Hasil kayu yang ditebang pria paruh baya jauh lebih banyak dari yang ia tebang.
Kemudian, si pemuda tersebut bertanya kepada pria tersebut untuk belajar darinya.
Lalu, si pria paruh baya itu menjawab, “Istirahat juga merupakan sebuah pekerjaan. Selain bisa memberikan pasokan tenaga yang cukup bagi tubuh, istirahat juga bisa mengasah energi yang kita miliki.”
“Bekerja dan belajar dengan gigih memang bagus, akan tetapi alangkah lebih baik lagi jika disesuaikan dengan beristirahat. Tubuh kita juga memiliki batas dan kemampuan tertentu ketika digunakan. Ketika batas tersebut sudah hampir terlampaui, beristirahatlah. Itu adalah cara yang paling baik untuk membuat tubuh kembali bertenaga.”
Ketika waktu bekerja selesai, si pemuda menyadari suatu hal yang mengejutkan. Hasil kayu yang ditebang pria paruh baya jauh lebih banyak dari yang ia tebang.
Kemudian, si pemuda tersebut bertanya kepada pria tersebut untuk belajar darinya.
Lalu, si pria paruh baya itu menjawab, “Istirahat juga merupakan sebuah pekerjaan. Selain bisa memberikan pasokan tenaga yang cukup bagi tubuh, istirahat juga bisa mengasah energi yang kita miliki.”
“Bekerja dan belajar dengan gigih memang bagus, akan tetapi alangkah lebih baik lagi jika disesuaikan dengan beristirahat. Tubuh kita juga memiliki batas dan kemampuan tertentu ketika digunakan. Ketika batas tersebut sudah hampir terlampaui, beristirahatlah. Itu adalah cara yang paling baik untuk membuat tubuh kembali bertenaga.”
Ketika manusia bekerja dengan tubuh yang kuat dan segar, maka hasil yang baik akan tercapai karena dikerjakan dengan lebih semangat. Sebaliknya, jika pekerjaan terus menerus dilakukan tanpa ada waktu beristirahat, maka tubuh tidak akan mampu menahan rasa lelah dan letih, dan bisa menyebabkan pekerjaan yang sedang dikerjakan berantakan. Jadi, beristirahatlah.
Kalah
Apakah daun yang gugur dari pohon merasa dikalahkan oleh angin?
Apakah orang yang bertahun-tahun mempersiapkan diri mendaki gunung tertinggi merasa terkalahkan saat mendapati puncak gunung itu ternyata diselimuti awan gelap?
Apakah seorang pemuda yang ditolak lamarannya akan mengatakan cinta itu tak ada?
Apakah musim kemarau harus mempertahankan kekuasaaannya agar tak digantikan oleh musim hujan?
Apakah rumput harus menolak dimakan oleh rusa yang kemudian menjadi mangsa singa?
Itulah siklus alam. Tidak ada kekalahan atau kemenangan.
Yang ada hanyalah PERGERAKAN.
Jangan putus asa saat masa sulit.
Jangan terlena di saat kemenangan.
Apakah orang yang bertahun-tahun mempersiapkan diri mendaki gunung tertinggi merasa terkalahkan saat mendapati puncak gunung itu ternyata diselimuti awan gelap?
Apakah seorang pemuda yang ditolak lamarannya akan mengatakan cinta itu tak ada?
Apakah musim kemarau harus mempertahankan kekuasaaannya agar tak digantikan oleh musim hujan?
Apakah rumput harus menolak dimakan oleh rusa yang kemudian menjadi mangsa singa?
Itulah siklus alam. Tidak ada kekalahan atau kemenangan.
Yang ada hanyalah PERGERAKAN.
Jangan putus asa saat masa sulit.
Jangan terlena di saat kemenangan.
Garam dan Telaga
Suatu ketika, hiduplah
seorang tua yang bijak. Pada suatu pagi datanglah seorang anak muda yang
sedang dirundung banyak masalah. Langkahnya gontai dan air mukanya
menampakkan kekosongan dan keruwetan hidup yang ia alami. Tamu itu,
memang tampak seperti orang yang tak bahagia.
Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan.
"Coba. minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu.
"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu. sambil meludah kesamping.
Pak Tua itu sedikit tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.
Pak Tua itu kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang dengan cara mengaduk- aduk dan terciptalah riak-riak air yang mengusik ketenangan telaga itu.
"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah.Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi. "Bagaimana rasanya?".
"Segar", sahut tamunya. "Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi. "Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak. Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Akan tetapi, kepahitan yang kita rasakan akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat.
"Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.
Tanpa membuang waktu, orang itu menceritakan semua masalahnya. Pak Tua yang bijak, hanya mendengarkannya dengan seksama. Ia lalu mengambil segenggam garam, dan meminta tamunya untuk mengambil segelas air. Ditaburkannya garam itu kedalam gelas, lalu diaduknya perlahan.
"Coba. minum ini, dan katakan bagaimana rasanya..", ujar Pak tua itu.
"Pahit. Pahit sekali", jawab sang tamu. sambil meludah kesamping.
Pak Tua itu sedikit tersenyum. Ia lalu mengajak tamunya ini, untuk berjalan ke tepi telaga di dalam hutan dekat tempat tinggalnya. Kedua orang itu berjalan berdampingan, dan akhirnya sampailah mereka ke tepi telaga yang tenang itu.
Pak Tua itu kembali menaburkan segenggam garam ke dalam telaga itu. Dengan sepotong kayu, dibuatnya gelombang dengan cara mengaduk- aduk dan terciptalah riak-riak air yang mengusik ketenangan telaga itu.
"Coba, ambil air dari telaga ini, dan minumlah.Saat tamu itu selesai mereguk air itu, Pak Tua berkata lagi. "Bagaimana rasanya?".
"Segar", sahut tamunya. "Apakah kamu merasakan garam di dalam air itu?", tanya Pak Tua lagi. "Tidak", jawab si anak muda.
Dengan bijak. Pak Tua itu menepuk-nepuk punggung si anak muda. Ia lalu mengajaknya duduk berhadapan, bersimpuh di samping telaga itu.
"Anak muda, dengarlah. Pahitnya kehidupan, adalah layaknya segenggam garam, tak lebih dan tak kurang. Jumlah dan rasa pahit itu adalah sama, dan memang akan tetap sama. Akan tetapi, kepahitan yang kita rasakan akan sangat tergantung dari wadah yang kita miliki. Kepahitan itu akan didasarkan dari perasaan tempat kita meletakkan segalanya. Itu semua akan tergantung pada hati kita. Jadi, saat kamu merasakan kepahitan dan kegagalan dalam hidup, hanya ada satu hal yang bisa kamu lakukan. Lapangkanlah dadamu menerima semuanya. Luaskanlah hatimu untuk menampung setiap kepahitan itu."
Pak Tua itu lalu kembali memberikan nasehat.
"Hatimu, adalah wadah itu. Perasaanmu adalah tempat itu. Kalbumu, adalah tempat kamu menampung segalanya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga yang mampu meredam setiap kepahitan itu dan merubahnya menjadi kesegaran dan kebahagiaan."
Keduanya lalu beranjak pulang. Mereka sama-sama belajar hari itu. Dan Pak Tua, si orang bijak itu, kembali menyimpan "segenggam garam", untuk anak muda yang lain, yang sering datang padanya membawa keresahan jiwa.
Kamis, 19 Juni 2014
Pemain Piano
Kisah ini terjadi di Rusia. Seorang
ayah yang memiliki putra yang berusia kurang lebih 5 tahun, memasukan
putranya tersebut kesekolah musik untuk belajar piano. Ia rindu melihat
anaknya kelak menjadi seorang pianis yang terkenal. Selang beberapa
waktu kemudian,di kota tersebut datang seorang pianis yang sangat
terkenal. Karena ketenarannya, dalam waktu yang sangat singkat tiket
konser telah terjual habis. Sang ayah membeli 2 buah tiket pertunjukan,
untuk dirinya dan anaknya. Pada hari pertunjukan, satu jam sebelum
konser mulai, kursi telah terisi penuh, sang ayah duduk dan putranya
tepat berada disampingnya. Seperti layaknya seorang anak kecil, anak
inipun tidak bisa betah duduk diam terlalu lama, tanpa pengetahuan
ayahnya, ia menyelinap pergi.
Ketika lampu gedung mulai di
redupkan, sang ayah terkejut menyadari bahwa putranya tidak ada
disampingnya. Ia lebih terkejut lagi ketika melihat anaknya berada dekat
panggung pertunjukan dan sedang berjalan menghampiri piano yang akan
dimainkan pianis tersebut. Didorong oleh rasa ingin tahu, tanpa rasa
takut anak tersebut duduk di depan piano dan mulai memainkan sebuah
lagu, lagu yang sederhana, Twinkle2 Little Star.
Operator lampu sorot, yang
terkejut mendengar adanya suara piano mengira bahwa konser telah dimulai
tanpa aba2 lebih dahulu, dan ia langsung menyorotkan lampunya ke arah
panggung. Seluruh penonton terkejut, melihat yang berada di panggung
bukan seorang pianis, tapi hanyalah seorang anak kecil. Sang pianis juga
terkejut, bergegas naik keatas panggung. Melihat anak tersebut, sang
pianis tidak menjadi marah, ia tersenyum dan berkata "Teruslah bermain",
dan sang anak yang mendapat ijin, meneruskan permainannya.
Sang
pianis lalu duduk, disamping anak itu, dan mulai bermain mengimbangi
permainan anak itu, ia mengisi semua kelemahan permainan anak itu, dan
akhirnya tercipta suatu komposisi permainan yang sangat indah. Bahkan
mereka seakan menyatu dalam permainan piano tersebut.
Ketika
mereka berdua selesai, seluruh penonton menyambut dengan meriah,
karangan bunga dilemparkan ketengah panggung. Sang anak jadi GR,
pikirnya "Gila, baru belajar sebulan saja sudah hebat!". Ia lupa bahwa
yang disoraki oleh penonton adalah sang pianis yang duduk di sebelahnya,
mengisi semua kekurangannya dan menjadikan permainannya sempurna.
Teman2,
apa implikasinya dalam hidup kita??? Kadang kita bangga akan segala
rencana hebat yang kita buat, perbuatan2 besar yang telah kita lakukan,
tapi kita lupa…bahwa semua itu terjadi karena TUHAN ada disamping kita.
Kita adalah anak kecil tadi, tanpa ada TUHAN disamping kita,KITA ADALAH
SIA-SIA. tapi apabila TUHAN ada disamping kita….sesederhana apapun yang
kita lakukan hal itu akan menjadi hebat dan baik, bukan saja buat diri
kita sendiri tapi juga baik bagi orang di sekitar kita.
Kiranya kita tidak pernah lupa bahwa ada TUHAN disamping kita. Amin.
Senin, 14 April 2014
Sumur Masalah
Suatu hari keledai milik seorang petani jatuh ke dalam sumur. Hewan itu
menangis memilukan selama berjam-jam sementara si petani memikirkan apa
yang harus dilakukannya.
Akhirnya si petani memutuskan bahwa hewan itu sudah tua dan sumur juga
perlu ditimbun - ditutup karena berbahaya), jadi tidak berguna untuk
menolong si keledai.
Dan ia mengajak tetangga-tetangganya untuk datang membantunya. Mereka membawa sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.
Ketika si keledai menyadari apa yang sedang terjadi, ia menangis penuh kengerian.
Tetapi kemudian semua orang takjub karena si keledai menjadi diam.
Setelah beberapa sekop tanah lagi dituangkan ke dalam sumur. Si petani
melihat ke dalam sumur dan tercengang karena apa yang dilihatnya.
Walaupun punggungnya terus ditimpa oleh bersekop-sekop tanah dan
kotoran, si keledai melakukan sesuatu yang menakjubkan. Ia
mengguncang-guncangkan badannya agar tanah yang menimpa punggungnya
turun ke bawah, lalu menaiki tanah itu.
Sementara si petani dan tetangga-tetangganya terus menuangkan tanah
kotor ke atas punggung hewan itu, si keledai terus juga mengguncangkan
badannya dan melangkah naik.
Segera saja semua orang terpesona ketika si keledai meloncati tepi sumur dan melarikan diri.

Mungkin kehidupan ini terus saja menuangkan tanah dan kotoran kepadamu,
segala macam tanah dan kotoran. Cara untuk keluar dari "sumur"
(kesedihan, masalah, dll) adalah dengan mengguncangkan segala tanah dan
kotoran dari diri kita (pikiran dan hati kita) dan melangkah naik dari
"sumur" dengan menggunakan hal-hal tersebut sebagai pijakan. Setiap
masalah/ujian bukanlah beban, tapi jadikanlah satu batu pijakan untuk
melangkah dan melompat ke level yang lebih tinggi.
Percayalah, kita dapat keluar dari "sumur" yang terdalam dengan terus berjuang, jangan pernah menyerah.
Meja Kayu
Suatu ketika, ada seorang kakek yang harus tinggal dengan anaknya.
Selain itu, tinggal pula menantu, dan anak mereka yang berusia 6 tahun.
Tangan orang tua ini begitu rapuh, dan sering bergerak tak menentu.
Penglihatannya buram, dan cara berjalannya pun ringkih. Keluarga itu
biasa makan bersama di ruang makan. Namun, sang orang tua yang pikun ini
sering mengacaukan segalanya. Tangannya yang bergetar dan mata yang
rabun, membuatnya susah untuk menyantap makanan. Sendok dan garpu kerap
jatuh ke bawah. Saat si kakek meraih gelas, segera saja susu itu tumpah
membasahi taplak.
Anak dan menantunya pun menjadi gusar. Mereka merasa direpotkan
dengan semua ini. “Kita harus lakukan sesuatu, ” ujar sang suami. “Aku
sudah bosan membereskan semuanya untuk pak tua ini.” Lalu, kedua
suami-istri ini pun membuatkan sebuah meja kecil di sudut ruangan.
Disana, sang kakek akan duduk untuk makan sendirian, saat semuanya
menyantap makanan. Karena sering memecahkan piring, keduanya juga
memberikan mangkuk kayu untuk si kakek.
Sering, saat keluarga itu sibuk dengan makan malam mereka, terdengar
isak sedih dari sudut ruangan. Ada airmata yang tampak mengalir dari
gurat keriput si kakek. Namun, kata yang keluar dari suami-istri ini
selalu omelan agar ia tak menjatuhkan makanan lagi. Anak mereka yang
berusia 6 tahun memandangi semua dalam diam.
Suatu malam, sebelum tidur, sang ayah memperhatikan anaknya yang
sedang memainkan mainan kayu. Dengan lembut ditanyalah anak itu. “Kamu
sedang membuat apa?”
Anaknya menjawab, “Aku sedang membuat meja kayu
buat ayah dan ibu untuk makan saatku besar nanti. Nanti, akan kuletakkan
di sudut itu, dekat tempat kakek biasa makan.” Anak itu tersenyum dan
melanjutkan pekerjaannya.

Jawaban itu membuat kedua orangtuanya begitu sedih dan terpukul.
Mereka tak mampu berkata-kata lagi. Lalu, airmatapun mulai bergulir dari
kedua pipi mereka. Walau tak ada kata-kata yang terucap, kedua orangtua
ini mengerti, ada sesuatu yang harus diperbaiki. Malam itu, mereka
menuntun tangan si kakek untuk kembali makan bersama di meja makan. Tak
ada lagi omelan yang keluar saat ada piring yang jatuh, makanan yang
tumpah atau taplak yang ternoda. Kini, mereka bisa makan bersama lagi di
meja utama.
Kisah Burung Rajawali
Tahukah Anda bahwa burung rajawali adalah burung yang paling panjang usianya?
Seekor
burung rajawali bisa mencapai umur hingga 70 tahun. Tapi untuk mencapai
umur tersebut adalah sebuah pilihan bagi seekor rajawali, apakah dia
ingin hidup sampai 70 tahun atau hanya sampai 40 tahun.Ketika burung rajawali mencapai umur 40 tahun, maka untuk dapat hidup lebih panjang 30 tahun lagi, dia harus melewati transformasi tubuh yang sangat menyakitkan. Dan pada saat inilah seekor rajawali harus menentukan pilihan untuk melewati transformasi yang menyakitkan itu atau melewati sisa hidup yang tidak menyakitkan namun singkat menuju kematian.
Pada umur 40 tahun paruh rajawali sudah sangat bengkok dan panjang hingga mencapai lehernya sehingga ia akan kesulitan memakan. Dan cakar-cakarnya juga sudah tidak tajam. Selain itu bulu pada sayapnya sudah sangat tebal sehingga ia sulit untuk dapat terbang tinggi.
Bila seekor rajawali memutuskan untuk melewati transformasi tubuh yang menyakitkan tersebut, maka ia harus terbang mencari pegunungan yang tinggi kemudian membangun sarang di puncak gunung tersebut. Kemudian dia akan mematuk-matuk paruhnya pada bebatuan di gunung sehingga paruhnya lepas. Setelah beberapa lama paruh baru nya akan muncul, dan dengan menggunakan paruhnya yang baru itu ia akan mencabut kukunya satu persatu-satu dan menunggu hingga tumbuh kuku baru yang lebih tajam. Dan ketika kuku-kuku itu telah tumbuh ia akan mencabut bulu sayap nya hingga rontok semua dan menunggu bulu-bulu baru tumbuh pada sayapnya. Dan ketika semua itu sudah dilewati rajawali itu dapat terbang kembali dan menjalani kehidupan normalnya. Begitulah transformasi menyakitkan yang harus dilewati oleh seekor rajawali selama kurang lebih setengah tahun.
Kisah Bunga Putih
Ini adalah kisah sebuah bunga putih… Ia tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya ia
adalah bunga yang terindah yang pernah tumbuh di antara tanah yang penuh
dengan semak duri.
Ia tumbuh dengan indah di tengah semak-semak yang keheranan
akan bentuk sang bunga putih yang berbeda dengan yang lainnya. Para
semak duri lalu memandangnya dengan sinis dan tidak pernah memandang
sang bunga putih dengan bersahabat, sehingga si bunga putih pun merasa
bahwa ialah yang paling buruk karena ia memiliki bentuk yang paling
berbeda di antara semak-semak duri tersebut.
Waktu pun berlalu,
sang bunga putih tak pernah merasa bahagia.. bahkan ia sering bertanya
kepada kupu-kupu yang senang bermain dengannya: "Mengapa aku harus tumbuh berbeda
dengan yang lainnya? Mengapa aku terlihat begitu buruk dibandingkan yang
lain ?"
Kupu-kupu menjawab: ”Kau tidak buruk,
bunga putih. Hal yang membuatmu merasa buruk adalah karena dirimu
terlihat berbeda dengan yang lainnya. Justru kau adalah bunga yang
terindah yang pernah kutemui, bunga putih.”
Bunga putih pun terkejut :”Apa
maksudmu, kupu-kupu ?”
Kupu-kupu lalu menjawab: "Tahukah dirimu, bunga
putih.. bunga sepertimu adalah bunga yang cantik dan terindah, karena di
tengah-tengah tanah yang penuh dengan semak duri kau tumbuh dengan
anggunnya.. dan bahkan, bagiku kau adalah penolongku, karena ketika aku
lapar, di tengah-tengah tempat yang sepertinya tidak ada harapan untuk
mencari madu dari bunga, kau ada untuk menyediakan madu sehingga aku
tidak
kelaparan.. Bunga putih, bunga sepertimu yang tumbuh diantara semak duri
sesungguhnya adalah bunga yang cantik dan terindah, karena kau
menunjukkan bahwa masih ada harapan di tengah tanah yang penuh semak
duri."
Bunga putih pun sadar,dan pada akhirnya
ia bersyukur
atas keadaan dirinya.
Kasih Iman Kebijaksanaan
Aku dan Tuhan berdiri mengamati pertandingan baseball. Tim Tuhan
melawan tim iblis. Score sangat ketat 0-0 dan ini adalah putaran
terakhir. Kami memperhatikan seorang pemukul bernama Kasih masuk ke
lapangan. Kasih mulai memukul dan berhasil mencetak score single karena
Kasih tak pernah gagal.
Pemukul selanjutnya bernama Iman, yang juga berhasil mencetak score karena Iman selalu bersama-sama dengan Kasih.
Lalu masuk seorang pemukul bernama Bijak. Iblis melakukan lemparan
pertama dan Bijak hanya membiarkannya. Tiga kali lemparan dan Bijak
hanya melangkah pergi karena Bijak tidak pernah mengambil apapun yang
Iblis lemparkan.
Lalu Tuhan melihat ke arahku dan berkata bahwa Ia akan mengeluarkan
pemain andalanNya. Lalu datanglah Karunia.
Aku berkata: sepertinya ia
tidak terlalu hebat…
Tim Iblis sangat santai begitu mereka melihat Karunia. Berpikir bahwa
mereka hampir memenangkan pertandingan, Iblis pun melempar bola dgn
sekuat tenaga.
Dan sangat mengejutkan semua orang, Karunia memukul bola kencang sekali melebihi pemain-pemain sebelumnya.
Tapi Iblis tidak khawatir..pemain tengah mereka jarang gagal
menangkap bola. Iblis berlari mengejar bola, tapi bola malah lepas dari
tangan, menghantam kepalanya dan iblis pun jatuh tersungkur ke tanah.
Karunia bersama Kasih, Iman dan Bijak terus berlari sampai home run. Tim Tuhan menang!!
Lalu Tuhan bertanya kepadaku mengapa Kasih, Iman dan Bijak tidak bisa home run tanpa Karunia?
Aku menjawab tidak tahu.
Tuhan menjelaskan: “Kalau kasihmu, imanmu dan
kebijaksanaanmu yang
memenangkan pertandingan, engkau akan berpikir bahwa engkaulah yang
melakukan semuanya. Kasih, Iman dan Kebijaksanaan akan mengantarmu
mencapai semua hal-hal yang baik, tapi hanyalah Karunia-Ku sajalah yg
akan
membawamu ke dalam kemenangan, sampai di rumah Bapa dengan selamat.
KaruniaKu adalah satu-satunya yang tidak dapat dicuri Iblis."
Kisah Segelas Susu
Adalah anak lelaki miskin yang kelaparan dan tak punya uang. Dia
nekad mengetuk pintu sebuah rumah untuk minta makanan. Namun
keberaniannya lenyap saat pintu dibuka oleh seorang gadis muda. Dia urung
minta makanan, dan hanya minta segelas air.
Tapi sang gadis tahu, anak ini pasti lapar. Maka, ia membawakan
segelas besar susu. “Berapa harga segelas susu ini?” tanya anak lelaki
itu.
“Ibu mengajarkan kepada saya, jangan minta bayaran atas perbuatan baik kami,” jawab si gadis.
“Aku berterima kasih dari hati yang paling dalam… ” balas anak lelaki setelah menenggak habis susu tersebut.
Belasan tahun berlalu…
Gadis itu tumbuh menjadi wanita dewasa, tapi didiagnosa punya sakit
kronis. Dokter di kota kecilnya angkat tangan. Gadis malang itu pun
dibawa ke kota besar, di mana terdapat dokter spesialis.
Dokter Howard Kelly dipanggil untuk memeriksa. Saat mendengar nama
kota asal wanita itu, terbersit pancaran aneh di mata sang dokter.
Bergegas ia turun dari kantornya menuju kamar wanita tersebut. Dia
langsung mengenali wanita itu. Setelah melalui perjuangan panjang,
akhirnya wanita itu berhasil
disembuhkan. Wanita itu pun menerima amplop tagihan Rumah Sakit.
Wajahnya pucat ketakutan, karena dia tak akan mampu bayar, meski dicicil
seumur hidup sekalipun. Dengan tangan gemetar, ia membuka amplop itu,
dan menemukan catatan di pojok atas tagihan…
“Telah dibayar lunas dengan segelas susu …” Tertanda, dr. Howard Kelly.

(dr. Howard Kelly adalah anak kelaparan yang pernah ditolong wanita
tersebut. Cerita disadur dr buku pengalaman dr. Howard dalam
perjalanannya melalui Northern Pennsylvania, AS)
Kotak Hitam & Kotak Emas
Ada di tanganku dua buah kotak yang telah TUHAN berikan padaku
untuk dijaga .
Tuhan berkata, “Masukkan semua penderitaanmu ke dalam kotak yang
berwarna hitam dan masukkan semua kebahagiaanmu kedalam kotak yang
berwarna emas.”
Aku hanya melakukan apa yang TUHAN katakan.
Setiap kali mengalami kesedihan maka aku letakkan ia ke dalam kotak
hitam, sebaliknya ketika bergembira maka aku meletakkan kegembiraanku
dalam kotak bewarna emas.
Tapi anehnya, semakin hari kotak berwarna emas semakin bertambah berat
sedangkan kotak berwarna hitam tetap saja ringan seperti semula.
Dengan penuh rasa penasaran, aku membuka kotak berwarna hitam.
Kini aku tahu jawabannya. Aku melihat ada lubang besar di dasar kotak
berwarna hitam itu, sehingga semua penderitaan yang aku masukkan ke sana
selalu jatuh keluar.
Aku tunjukkan lubang itu pada TUHAN dan bertanya, “Kemanakah perginya semua penderitaanku?”
Tuhan tersenyum hangat padaku dan menjawab, “Hamba-Ku, semua penderitaanmu berada pada-Ku.”
Aku bertanya kembali, “TUHAN, mengapa ENGKAU memberikan dua buah kotak, kotak emas dan kotak hitam yang berlubang?”
“Hamba-Ku, kotak emas Ku-berikan agar kau senantiasa menghitung rahmat
yang AKU berikan kepadamu, sedangkan kotak hitam Ku-berikan agar kau
melupakan penderitaanmu.”
Ingat-ingatlah semua kebahagiaanmu agar kau senantiasa merasakan kebahagiaan.
Campakkanlah penderitaanmu agar kau melupakannya.
Campakkanlah penderitaanmu agar kau melupakannya.
Saat TUHAN belum menjawab doamu, IA menambah kesabaranmu…
Saat TUHAN menjawab doamu, IA menambah imanmu…
Saat TUHAN menjawab yang bukan doa-doamu, IA memilih yang terbaik untukmu..
Saat TUHAN menjawab doamu, IA menambah imanmu…
Saat TUHAN menjawab yang bukan doa-doamu, IA memilih yang terbaik untukmu..
Di dunia ini tidak ada yang namanya “kebetulan” semua sudah direncanakan…
Tuhan selalu menyediakan yang terbaik tergantung dari pilihan pilihan yang kita ambil…
Tuhan selalu menyediakan yang terbaik tergantung dari pilihan pilihan yang kita ambil…
Datanglah Sebagaimana Adanya
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dalam ketidakpercayaan. Tidak mungkin
ini tempatnya. Sebenarnya, tidak mungkin aku diterima di sini. Aku
sudah diberi undangan beberapa kali, oleh beberapa orang yang berbeda,
dan baru akhirnya memutuskan untuk melihat tempatnya seperti apa sih.
Tapi, tidak mungkin ini tempatnya. Dengan cepat, aku melihat pada
undangan yang ada di genggamanku. Aku memeriksa dengan teliti
kata-katanya, "Datanglah sebagaimana adanya kamu. Tidak perlu ditutup-tutupi," dan menemukan lokasinya.
Ya.. aku berada di tempat yang benar. Aku mengintip lewat jendelanya sekali lagi dan melihat sebuah ruangan yang penuh dengan orang-orang yang dari wajahnya terpancar sukacita. Semuanya berpakaian rapi, diperindah dengan pakaian yang bagus dan terlihat bersih seperti kalau mereka makan di restoran yang bagus. Dengan perasaan malu, aku memandang pada pakaianku yang buruk dan compang camping, penuh dengan noda. Aku kotor, bahkan menjijikan.
Bau yang busuk ada padaku dan aku tidak dapat membuang kotoran yang melekat pada tubuhku. Ketika aku akan berputar untuk meninggalkan tempat itu, kata-kata dari undangan tersebut seakan-akan meloncat keluar, "Datanglah sebagaimana kamu adanya. Tidak perlu ditutup-tutupi."
Aku memutuskan untuk mencobanya. Dengan mengerahkan semua keberanianku, aku membuka pintu restoran dan berjalan ke arah laki-laki yang berdiri di belakang panggung.
"Nama Anda, Tuan ?" ia bertanya kepadaku dengan senyuman.
"Daniel F. Renken," kataku bergumam tanpa berani melihat ke atas. Aku memasukkan tanganku ke kantongku dalam-dalam, berharap untuk dapat menyembunyikan noda-nodanya.
Ia sepertinya tidak menyadari kotoran yang berusaha aku sembunyikan dan ia melanjutkan, "Baik, Tuan. Sebuah meja sudah dipesan atas nama Anda. Anda mau duduk ?"
Aku tidak percaya atas apa yang aku dengar! Aku tersenyum dan berkata,"Ya, tentu saja!"
Ia mengantarkanku ke sebuah meja dan, cukup yakin, ada plakat dengan namaku tertera dengan tulisan tebal merah tua.
Ketika aku membaca-baca menunya, aku melihat berbagai macam hal-hal yang menyenangkan tertera di sana. Hal-hal tersebut seperti "damai", "sukacita","berkat", "kepercayaan diri","keyakinan", "pengharapan", "cinta kasih", "kesetiaan", dan "pengampunan".
Aku sadar bahwa ini bukan restoran biasa! Aku mengembalikan menunya ke depan untuk melihat tempat di mana aku berada. "Kemurahan Tuhan," adalah nama dari tempat ini!
Laki-laki tadi kembali dan berkata, "Aku merekomendasikan sajian spesial hari ini. Dengan memilih spesial menu hari ini, Anda berhak untuk mendapatkan semua yang ada di menu ini."
Kamu pasti bercanda! pikirku dalam hati. Maksudmu, aku bisa mendapat SEMUA yang ada dalam menu ini?
"Apa menu spesial hari ini?" aku bertanya dengan penuh kegembiraan.
"Keselamatan," jawabnya.
"Aku ambil," jawabku spontan.
Kemudian, secepat aku membuat keputusan itu, kegembiraan meninggalkan tubuhku. Sakit dan penderitaan merenggut lewat perutku dan air mata memenuhi mataku.
Dengan menangis tersedu sedan, aku berkata, "Tuan, lihatlah diriku. Aku ini kotor dan hina. Aku tidak bersih dan tidak berharga. Aku ingin mendapat semuanya ini, tapi aku tidak dapat membelinya."
Dengan berani, laki-laki itu tersenyum lagi.
"Tuan, Anda sudah dibayar oleh laki-laki di sebelah sana," katanya sambil menunjuk pintu masuk ruangan. "Namanya Yesus."
Aku berbalik, aku melihat seorang laki-laki yang kehadirannya membuat terang seluruh ruangan itu.
Aku melangkah maju ke arah laki-laki itu, dan dengan suara gemetar aku berbisik, "Tuan, aku akan mencuci piring-piring atau membersihkan lantai atau mengeluarkan sampah. Aku akan melakukan apa pun yang bisa aku lakukan untuk membayar-Mu kembali atas semuanya ini."
Ia membuka tangannya dan berkata dengan senyuman, "Anakku, semuanya ini akan menjadi milikmu, cukup hanya bila kamu datang kepadaKu. Mintalah pada-Ku untuk membersihkanmu dan Aku akan melakukannya. Mintalah pada-Ku untuk membuang noda-noda itu dan itu terlaksana. Mintalah padaKu untuk mengijinkanmu makan di meja-Ku dan kamu akan makan. Ingat, meja ini dipesan atas namamu. Yang bisa kamu lakukan hanyalah MENERIMA pemberian yang sudah Aku tawarkan kepadamu."
Dengan kagum dan takjub, aku terjatuh di kakiNya dan berkata, "Tolong, Yesus. Tolong bersihkan hidupku. Tolong ubahkan aku, ijinkan aku duduk di meja-Mu dan berikan padaku sebuah hidup yang baru."
Dengan segera aku mendengar, "Sudah terlaksana."
Aku melihat pakaian putih menghiasi tubuhku yang sudah bersih. Sesuatu yang aneh dan indah terjadi. Aku merasa seperti baru, seperti sebuah beban sudah terangkat dan aku mendapatkan diriku duduk di mejaNya.
"Menu spesial hari ini sudah dipesan," kata Tuhan kepadaku. "Keselamatan menjadi milikmu."
Kami duduk dan bercakap-cakap untuk beberapa waktu lamanya dan aku sangat menikmati waktu yang kuluangkan denganNya. Ia berkata kepadaku, kepadaku dan kepada semua orang, bahwa Ia ingin aku kembali sesering aku ingin bantuan lain dari kemurahan Tuhan. Dengan jelas Ia ingin aku meluangkan waktuku sebanyak mungkin denganNya.
Ketika waktu sudah dekat bagiku untuk kembali ke 'dunia nyata', Ia berbisik padaku dengan lembut, "Dan Daniel, AKU MENYERTAI KAMU SELALU."
Dan kemudian, Ia berkata sesuatu yang tidak akan pernah aku lupakan.
Ia berkata, "Anakku, lihatkah kamu beberapa meja yang kosong di seluruh ruangan ini?"
"Ya, Tuhan. Aku melihatnya. Apa artinya?" jawabku.
"Ini adalah meja-meja yang dipesan, tapi tiap-tiap individu yang namanya tertera di tiap plakat ini belum menerima undangan untuk makan. Maukah kamu membagikan undangan-undangan ini untuk mereka yang belum bergabung dengan kita?" Yesus bertanya.
"Tentu saja," kataku dengan kegembiraan dan memungut undangan tersebut.
"Pergilah ke seluruh bangsa," Ia berkata ketika aku pergi meninggalkan restoran tersebut.
Aku berjalan masuk ke "Kemurahan Tuhan" dalam keadaan kotor dan lapar. Ternoda oleh dosa. Asalku bagai kain tua yang kotor. Dan Yesus membersihkanku. Aku berjalan keluar seperti orang yang baru.. berbaju putih, seperti Dia. Dan, aku menepati janjiku pada Tuhanku.
Aku akan pergi.
Aku akan menyebarkan luaskan perkataanNya.
Aku akan memberitakan Injil ...
Aku akan membagikan undangan-undangannya.
Dan aku akan memulainya dengan kamu.
Pernahkah kamu pergi ke restoran "Kemurahan Tuhan?" Ada sebuah meja yang dipesan atas namamu, dan inilah undangan untukmu... "DATANGLAH SEBAGAIMANA KAMU ADANYA. TIDAK PERLU DITUTUP-TUTUPI."
Ya.. aku berada di tempat yang benar. Aku mengintip lewat jendelanya sekali lagi dan melihat sebuah ruangan yang penuh dengan orang-orang yang dari wajahnya terpancar sukacita. Semuanya berpakaian rapi, diperindah dengan pakaian yang bagus dan terlihat bersih seperti kalau mereka makan di restoran yang bagus. Dengan perasaan malu, aku memandang pada pakaianku yang buruk dan compang camping, penuh dengan noda. Aku kotor, bahkan menjijikan.
Bau yang busuk ada padaku dan aku tidak dapat membuang kotoran yang melekat pada tubuhku. Ketika aku akan berputar untuk meninggalkan tempat itu, kata-kata dari undangan tersebut seakan-akan meloncat keluar, "Datanglah sebagaimana kamu adanya. Tidak perlu ditutup-tutupi."
Aku memutuskan untuk mencobanya. Dengan mengerahkan semua keberanianku, aku membuka pintu restoran dan berjalan ke arah laki-laki yang berdiri di belakang panggung.
"Nama Anda, Tuan ?" ia bertanya kepadaku dengan senyuman.
"Daniel F. Renken," kataku bergumam tanpa berani melihat ke atas. Aku memasukkan tanganku ke kantongku dalam-dalam, berharap untuk dapat menyembunyikan noda-nodanya.
Ia sepertinya tidak menyadari kotoran yang berusaha aku sembunyikan dan ia melanjutkan, "Baik, Tuan. Sebuah meja sudah dipesan atas nama Anda. Anda mau duduk ?"
Aku tidak percaya atas apa yang aku dengar! Aku tersenyum dan berkata,"Ya, tentu saja!"
Ia mengantarkanku ke sebuah meja dan, cukup yakin, ada plakat dengan namaku tertera dengan tulisan tebal merah tua.
Ketika aku membaca-baca menunya, aku melihat berbagai macam hal-hal yang menyenangkan tertera di sana. Hal-hal tersebut seperti "damai", "sukacita","berkat", "kepercayaan diri","keyakinan", "pengharapan", "cinta kasih", "kesetiaan", dan "pengampunan".
Aku sadar bahwa ini bukan restoran biasa! Aku mengembalikan menunya ke depan untuk melihat tempat di mana aku berada. "Kemurahan Tuhan," adalah nama dari tempat ini!
Laki-laki tadi kembali dan berkata, "Aku merekomendasikan sajian spesial hari ini. Dengan memilih spesial menu hari ini, Anda berhak untuk mendapatkan semua yang ada di menu ini."
Kamu pasti bercanda! pikirku dalam hati. Maksudmu, aku bisa mendapat SEMUA yang ada dalam menu ini?
"Apa menu spesial hari ini?" aku bertanya dengan penuh kegembiraan.
"Keselamatan," jawabnya.
"Aku ambil," jawabku spontan.
Kemudian, secepat aku membuat keputusan itu, kegembiraan meninggalkan tubuhku. Sakit dan penderitaan merenggut lewat perutku dan air mata memenuhi mataku.
Dengan menangis tersedu sedan, aku berkata, "Tuan, lihatlah diriku. Aku ini kotor dan hina. Aku tidak bersih dan tidak berharga. Aku ingin mendapat semuanya ini, tapi aku tidak dapat membelinya."
Dengan berani, laki-laki itu tersenyum lagi.
"Tuan, Anda sudah dibayar oleh laki-laki di sebelah sana," katanya sambil menunjuk pintu masuk ruangan. "Namanya Yesus."
Aku berbalik, aku melihat seorang laki-laki yang kehadirannya membuat terang seluruh ruangan itu.
Aku melangkah maju ke arah laki-laki itu, dan dengan suara gemetar aku berbisik, "Tuan, aku akan mencuci piring-piring atau membersihkan lantai atau mengeluarkan sampah. Aku akan melakukan apa pun yang bisa aku lakukan untuk membayar-Mu kembali atas semuanya ini."
Ia membuka tangannya dan berkata dengan senyuman, "Anakku, semuanya ini akan menjadi milikmu, cukup hanya bila kamu datang kepadaKu. Mintalah pada-Ku untuk membersihkanmu dan Aku akan melakukannya. Mintalah pada-Ku untuk membuang noda-noda itu dan itu terlaksana. Mintalah padaKu untuk mengijinkanmu makan di meja-Ku dan kamu akan makan. Ingat, meja ini dipesan atas namamu. Yang bisa kamu lakukan hanyalah MENERIMA pemberian yang sudah Aku tawarkan kepadamu."
Dengan kagum dan takjub, aku terjatuh di kakiNya dan berkata, "Tolong, Yesus. Tolong bersihkan hidupku. Tolong ubahkan aku, ijinkan aku duduk di meja-Mu dan berikan padaku sebuah hidup yang baru."
Dengan segera aku mendengar, "Sudah terlaksana."
Aku melihat pakaian putih menghiasi tubuhku yang sudah bersih. Sesuatu yang aneh dan indah terjadi. Aku merasa seperti baru, seperti sebuah beban sudah terangkat dan aku mendapatkan diriku duduk di mejaNya.
"Menu spesial hari ini sudah dipesan," kata Tuhan kepadaku. "Keselamatan menjadi milikmu."
Kami duduk dan bercakap-cakap untuk beberapa waktu lamanya dan aku sangat menikmati waktu yang kuluangkan denganNya. Ia berkata kepadaku, kepadaku dan kepada semua orang, bahwa Ia ingin aku kembali sesering aku ingin bantuan lain dari kemurahan Tuhan. Dengan jelas Ia ingin aku meluangkan waktuku sebanyak mungkin denganNya.
Ketika waktu sudah dekat bagiku untuk kembali ke 'dunia nyata', Ia berbisik padaku dengan lembut, "Dan Daniel, AKU MENYERTAI KAMU SELALU."
Dan kemudian, Ia berkata sesuatu yang tidak akan pernah aku lupakan.
Ia berkata, "Anakku, lihatkah kamu beberapa meja yang kosong di seluruh ruangan ini?"
"Ya, Tuhan. Aku melihatnya. Apa artinya?" jawabku.
"Ini adalah meja-meja yang dipesan, tapi tiap-tiap individu yang namanya tertera di tiap plakat ini belum menerima undangan untuk makan. Maukah kamu membagikan undangan-undangan ini untuk mereka yang belum bergabung dengan kita?" Yesus bertanya.
"Tentu saja," kataku dengan kegembiraan dan memungut undangan tersebut.
"Pergilah ke seluruh bangsa," Ia berkata ketika aku pergi meninggalkan restoran tersebut.
Aku berjalan masuk ke "Kemurahan Tuhan" dalam keadaan kotor dan lapar. Ternoda oleh dosa. Asalku bagai kain tua yang kotor. Dan Yesus membersihkanku. Aku berjalan keluar seperti orang yang baru.. berbaju putih, seperti Dia. Dan, aku menepati janjiku pada Tuhanku.
Aku akan pergi.
Aku akan menyebarkan luaskan perkataanNya.
Aku akan memberitakan Injil ...
Aku akan membagikan undangan-undangannya.
Dan aku akan memulainya dengan kamu.
Pernahkah kamu pergi ke restoran "Kemurahan Tuhan?" Ada sebuah meja yang dipesan atas namamu, dan inilah undangan untukmu... "DATANGLAH SEBAGAIMANA KAMU ADANYA. TIDAK PERLU DITUTUP-TUTUPI."
Mendengar SuaraNya
Seorang pemuda yang baru saja kehilangan pekerjaan datang ke rumah seorang pendeta tua. Sang
pemuda bersahabat baik dengan pendeta tua tersebut.
Pemuda itu
berteriak-teriak memanggil pendeta sambil mengeluh mengenai masalah yang
menimpanya,"Pendeta...Pendeta aku banyak mengalami masalah dalam hiduhku dan sekarang aku hehilangan pekerjaan. Mengapa bisa begini?"
Karna
pendeta yang sedang belajar di dalam ruangan tidak mendengar
suaranya, maka si pemuda menjadi kalap. Ia mengepalkan tinjunya sambil
berteriak, "Pendeta bilang Tuhan akan selalu menolong, tetapi mengapa aku seperti ini ?"
Mendengar ada suara ribut-ribut di luar, pendeta tua pun berjalan
keluar. Ia mengucapkan sesuatu dan menanti tanggapan si pemuda. Tetapi
si pemuda itu tidak mendengar apa yang dikatakan oleh pendeta tua.
Masih
diam di tempatnya, si pemuda bertanya, "Pendeta bilang apa?"
Sambil duduk di sebuah bangku kayu, pendeta itu mengucapkan sesuatu,
tetapi si pemuda masih belum bisa mendengar apa yang
dikatakannya. Akhirnya ia pun mendekati pendeta dan duduk di sampingnya.
Pendeta menepuk pundaknya dengan lembut sembari berkata, "Anakku,
di dalam kekalapan karena masalah hidup, terkadang kita tidak bisa
mendengar suara Tuhan, seolah-olah Dia tidak peduli terhadap kita,
tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Tuhan kadang berbisik, sehingga
kita
perlu mendekat kepadaNya untuk bisa mendengarkan suaraNya."
Pemuda itu tertegun mendengar kata-kata pendeta dan akhirnya ia pun mengerti.
Biarlah Tuhan Yang Mengemudikan Hidup Kita
Kita
tidak pernah mempertanyakan ke mana sopir bus kota yang kita
tumpangi akan membawa busnya. Tetapi kita sering mempertanyakan
Tuhan, kemana Dia akan membawa hidup kita ?
Seorang ayah mengajak puterinya, Asa, 6 tahun, mengendarai mobil menuju ke sebuah museum. Sudah lama Asa menginginkannya. Si Ayah kebetulan hari itu mengambil cuti dan sengaja mengantar anaknya ke tempat yang sudah lama diimpikan Asa itu tanpa didampingi Bunda.
Di perjalanan, tak hentinya Asa bertanya kepada si Ayah, "Ayah tahu tempatnya?", tanya Asa yang duduk di samping kemudi Ayah.
Seorang ayah mengajak puterinya, Asa, 6 tahun, mengendarai mobil menuju ke sebuah museum. Sudah lama Asa menginginkannya. Si Ayah kebetulan hari itu mengambil cuti dan sengaja mengantar anaknya ke tempat yang sudah lama diimpikan Asa itu tanpa didampingi Bunda.
Di perjalanan, tak hentinya Asa bertanya kepada si Ayah, "Ayah tahu tempatnya?", tanya Asa yang duduk di samping kemudi Ayah.
"Tahu, jangan kuatir ..., " jawab Ayah sembari tersenyum.
"Emang Ayah tahu jalan-jalannya ?"
"Tahu, jangan kuatir ..."
"Benar, tidak kesasar Ayah ?"
"Benar, jangan kuatir ...," jawab Ayah tetap dengan sabar.
"Nanti kalau Asa haus, bagaimana ?"
"Tenang, nanti Ayah beli air mineral ..."
"Terus kalau lapar?"
"Tenang, Ayah ajak mampir Asa ke restoran ..."
"Tahu, sayang ..."
"Emang ayah bawa cukup uang ?"
"Cukup, sayang ..."
"Kalau Asa pengin ke kamar kecil ?"
"Ayah antar sampai depan pintu toilet wanita ..."
"Emang di musium ada toiletnya ?"
" Ada , jangan kuatir ..."
"Ayah bawa tissue juga ?"
"Bawa, jangan kuatir ...," kata ayah sembari membelokkan mobilnya masuk jalan tikus, karena macet.
"Kok Ayah belok ke jalan jelek dan sempit begini ?"
"Ayah cari jalan yang lebih cepat ... supaya Asa bisa menikmati museum lebih lama nanti ..."
Tidak berapa lama, Asa kemudian tidak bertanya-tanya lagi. Giliran sang Ayah yang bingung,
"Kenapa Asa diam, sayang?"
"Ya, Asa percaya Ayah deh! Ayah pasti tahu, akan antar dan bantu Asa nanti!"
Ibu Bermata Satu
Ibuku hanya memiliki satu mata.
Aku membencinya… dia sungguh membuatku menjadi sangat memalukan.
Dia
bekerja memasak buat para murid dan guru di sekolah… untuk menopang
keluarga. Ini terjadi pada suatu ketika aku duduk di sekolah dasar dan
ibuku datang. Aku sungguh dipermalukan. Bagaimana bisa ia tega melakukan
ini padaku? Aku membuang muka dan berlari meninggalkannya saat bertemu
dengannya.
Keesokan harinya di sekolah…
"Ibumu bermata satu?!?!?…. eeeee ejek seorang teman. Akupun berharap ibuku segera lenyap dari muka bumi ini.
Jadi
kemudian aku katakan pada ibuku, "Ma… kenapa engkau hanya memiliki satu
mata?! Kalau engkau hanya ingin aku menjadi bahan ejekan orang-orang,
kenapa engkau tidak segera mati saja ?!!!?
Ibuku diam tak bereaksi.
Aku
merasa tidak enak, namun di saat yang sama, aku rasa aku harus
mengatakan apa yang ingin aku katakan selama ini… Mungkin ini karena
ibuku tidak pernah menghukumku, akan tetapi aku tidak berfikir kalau aku
telah sangat melukai perasaannya.
Malam itu…Aku terjaga dan
bangun menuju ke dapur untuk mengambil segelas air minum. Ibuku sedang
menangis di sana terisak-isak, mungkin karena khawatir akan
membangunkanku. Sesaat kutatap ia, dan kemudian pergi meninggalkannya.
Setelah
aku mengatakan perasaanku sebelumnya padanya, aku merasa tidak enak dan
tertekan. Walau demikian, aku benci ibuku yang menangis dengan satu
mata. Jadi aku bertekad untuk menjadi dewasa dan menjadi orang sukses.
Kemudian
aku tekun belajar. Aku tinggalkan ibuku dan melanjutkan studiku ke
Singapore. Kemudian aku menikah. Aku membeli rumahku dengan jerih
payahku. Kemudian, akupun mendapatkan anak-anak, juga. Sekarang aku
tinggal dengan bahagia sebagai seorang yang sukses. Aku menyukai tempat
tinggal ini karena tempat ini dapat membantuku melupakan ibuku.
Kebahagiaan ini bertambah besar dan besar, ketika…
Apa ?! Siapa ini?!
Ini
adalah ibuku… Masih dengan mata satunya. Aku merasa seolah-olah langit
runtuh menimpaku. Bahkan anak-anakku lari ketakutan melihat ibuku yang
bermata satu.
Aku bertanya padanya, "Siapa kamu?!. Aku tidak
mengenalmu!! !? Kukatakan seolah-olah itu benar. Aku memakinya, "Berani
sekali kamu datang ke rumahku dan menakut-nakuti anak-anakku!
KELUAR
DARI SINI!!
SEKARANG JUGA!!!?.
Ibuku hanya menjawab, "Oh, maafkan aku. Aku mungkin salah alamat ?"
Kemudian ia berlalu dan hilang dari pandanganku.
Oh
syukurlah… Dia tidak mengenaliku. Aku agak lega. Kukatakan pada diriku
kalau aku tidak akan khawatir atau akan memikirkannya lagi. Dan akupun
menjadi merasa lebih lega…
Suatu hari, sebuah undangan menghadiri
reuni sekolah dikirim ke alamat rumahku di Singapore. Jadi, aku
berbohong pada istriku bahwa aku akan melakukan perjalanan dinas.
Setelah menghadiri reuni sekolah, aku mengunjungi sebuah gubuk tua, dulu
merupakan rumahku… Hanya sekedar ingin tahu saja.
Di sana, aku
mendapati ibuku terjatuh di tanah yang dingin. Tapi aku tidak
melihatnya mengeluarkan air mata. Ia memegang selembar surat
ditangannya…
Sebuah surat untukku.

"Anakku…
Aku rasa hidupku cukup sudah kini…
Dan… aku tidak akan pergi ke Singapore lagi…
Tapi
apakah ini terlalu berlebihan bila aku mengharapkan engkau yang datang
mengunjungiku sekali-kali? Aku sungguh sangat merindukanmu…
Dan
aku sangat gembira ketika kudengar bahwa engkau datang pada reuni
sekolah . Tapi aku memutuskan untuk tidak pergi ke sekolahan. Demi
engkau …
Dan aku sangat menyesal karna aku hanya memiliki satu mata, dan aku telah sangat memalukan dirimu.
Kau
tahu, ketika engkau masih kecil, engkau mengalami sebuah kecelakaan,
dan kehilangan salah satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak bisa
tinggal diam melihat engkau akan tumbuh besar dengan hanya memiliki satu
mata. Jadi kuberikan salah satu mataku untukmu…
Aku sangat
bangga akan dirimu yang telah dapat melihat sebuah dunia yang baru
untukku, di tempatku, dengan mata tersebut. Aku tidak pernah merasa
marah dengan apa yang kau pernah kau lakukan… Beberapa kali engkau
memarahiku…
Aku berkata pada diriku, 'Ini karena ia mencintaiku …'
Langganan:
Komentar (Atom)
